Sabtu, 17 September 2011

Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Bronkiolitis


A.   KONSEP DASAR PENYAKIT

1.            Definisi
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil (bronkiolus) yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insidens tertinggi pada usia sekitar 2-6 bulan dengan penyebab tersering respiratory sincytial virus (RSV), diikuti dengan parainfluenzae dan adenovirus. Penyakit ditandai oleh sindrom klinik yaitu, napas cepat, retraksi dada dan wheezing.
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada umumnya disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala–gejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai oleh batuk, pilek, panas, wheezing pada saat ekspirasi, takipnea, retraksi, dan air trapping/hiperaerasi paru pada foto dada.
Bronkiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus bronkhiolus yang menyebabkan obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas alveoli. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV), biasanya terjadi pada anak usia 2 sampai 12 bulan, terutama musim dingin dan awal musim semi.
Bronkiolitis merupakan infeksi virus akut dengan efek maksimal pada tingkat bronkiolus. Infeksi terutama terjadi pada musim dingin dan musim panas, jarang terjadi pada anak-anak yang berusia lebih dari 2 tahun. RSV berperan atas sedikitnya setengah dari hospitalisasi anak karena bronkiolitis. Adenovirus dan parainfluenza dapat juga menyebabkan bronkiolitis akut. Infeksi dimulai pada akhir musim gugur, mencapai puncaknya di musim dingin , dan menurun dimusim panas. Penyakit ini mudah menyebar melalui tangan ke mata hidung atau membran mukosa lainnya.

2.            Epidemiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.


3.            Etiologi
·         Virus (virus sinsivial pernafasan predominan)
·         Virus parainfluiensa,
·         Mycoplasma pneumonia

4.            Tanda dan Gejala
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan. Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi.
Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi.

5.            Patofisiologi
Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan replikasi di mukosa bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan terjadi kerusakan/nekrosis sel-sel bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi ditandai dengan proliferasi limfosit, sel plasma dan makrofag. Akibat dari proses tersebut akan terjadi edema sub mukosa, kongesti serta penumpukan debris dan mukus (plugging), sehingga akan terjadi penyempitan lumen bronkioli. Penyempitan ini mempunyai distribusi tersebar dengan derajat yang bervariasi (total/sebagian). Gambaran yang  terjadi adalah atelektasis yang tersebar dan distensi yang berlebihan (hyperaerated) sehingga dapat terjadi gangguan pertukaran gas serius, gangguan ventilasi/perfusi  dengan akibat akan terjadi hipoksemia (PaO2 turun) dan hiperkapnea (PaCO2 meningkat). Kondisi yang berat dapat terjadi gagal nafas.
Mukosa bronkiolus membengkak,dan lumina terisi mucus dan eksudat ; dinding bronkus dan bronkiolus terinfiltrasi dengan sel-sel inflamasi ; dan biasanya terjadi pneumonitis interstisial peribronkiolus. Berbagai tingkat obstruksi yang di hasilkan dalam jaln nafas akibat perubahan ini menyebabkan hiperventilasi ,emfisema obstruktif yang terjadi akibat obstruksi parsial , dan sebagian dari area atelektaksis. Dilatasi saluran bronkus pada saat inspirasi memberikan cukup ruang untuk asupan udara, tetapi penyempitan pada saat ekspirasi mencegah udara keluar paru. Oleh karena itu , udara terperangkap dibagian distal dari obstruksi dan menyebabkan pemompaan berlebihan yang progresif ( emfisema ).
Add caption



6.            Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah dapat menunjukan hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik atau metabolik. Bila tersedia, pemeriksaan deteksi cepat dengan antigen RSV dapat dikerjakan.
Bronkiolitis dimulai dengan ISPA dengan rabas masal serosa yang dapat disertai dengan demam ringan. Otitis media dan konjungtivitis juga dapat terjadi. Anak secara bertahap mengalami peningkatan gawat nafas dengan takipnea, batuk paroksismal, iritabilitas, mengi , retraksi, bronki kasar, dispnea, dan bunyi nafas hilang. Radiografi dada menunjukkan hiperareasi dan area-are konsolidasi yang sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri.
Apnea dapat menjadi indicator infeksi RSV yang pertama kali terlihat pada bayi. Penyakit yang berat dapat diikuti dengan peningkatan tekanan karbondioksida (PaCO2) arteri (hiperkapnia) yang menyebabkan asidosis respiratorik dan hipoksemia. Identifikasi RSV positif dipastikan dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay ( ELISA) atau immunoflourescent antibody (IFA) akibat aspirasi langsung dari sekresi nasal atau pembilasan nasofaringeal.

7.            Penatalaksanaan medis
Tata laksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah :
1.      Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
2.      Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
3.      Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
4.      Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga infeksi sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.
5.      Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
6.      Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari) diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.

Bronkiolitis ditangani secara simptomatik dengan kelembapan tinggi , asupan cairan yang adekuat , dan istirahat. Sebagian besar anak bronkiolitis dapat dirawat di rumah. Hospitalisasi biasanya dianjurkan untuk anak-anak yang menderita kondisi yang menyebabkan komplikasi, seperti penyakit paru atau jantung, atau menderita keadaan yang melemahkan; jika kemampuan pemberi perawatan diragukan;atau jika anak mengalami takipnea, retraksi berat, tampak lemah, atau memiliki riwayat asupan cairan yang buruk. Terapi uap biasanya dikombinasikan dengan oksigen menggunakan hood atau tenda dalam konsentrasi yang cukup untuk menghilangkan dispnea dan hipoksia, yang setelah pemberian terapi uap sendiri dapat dilanjutkan untuk mengatasi dispnea ringan. Pemberian cairan melalui mulut dapat dikontraindikasikan karena adanya takipnea, kelemahan dan keletihan; oleh karena itu akan lebih baik jika cairan IV diberikan sampai krisis akut dari penyakit ini terlewati.
Pengkajian klinis , pemantauan oksigen noninvasive dan nilai gas darah dapat mengarahkan terapi yang di berikan. Terapi medis untuk bronkiolitis masih controversial. Bronkodilator, kortikosteroid, supresan batuk dan antibiotic tidak terbukti efektif untuk mengatasi penyakit tanpa komplikasi dan tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin. Kortikosteroid , teofilin dan furosemid telah digunakan untuk intubasi dan ventilasi bayi dan anak-anak.
RIBAVIRIN  , sejenis agens anti virus , dapat di gunakan untuk infeksi rsv. Obat ini berbentuk aerosol; diberikan melalui generator aerosol partikel kecil (SPAG : Small Particle Aerosol Generator ) ; dan dapat diberikan dengan menggunakan hood , tenda oksigen , masker, atau selang ventilator. Akan tetapi , penggunaan obat ini masih controversial. Karena adanya pertimbangan biaya , manfaat, keamanan, dan efektivitas klinis yang bervariasi, American Academi Of Pediatrics (2000) menganjurkan penggunaan ribavirin dipertimbangkan berdasarkan kasus demi kasus.



  1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN
Keluhan utama pada klien bronkiolitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai > 40o C dans esak nafas.

            Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkiolitis bervariasi tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia klien dengan bronkiolitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat, takikardia, takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang di dapatkan terdiri atas batuk, ekspektorasi atau peningkatan produksi secret dan rasa sakit di bawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat yang telah atau biasa yang di minum klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan  untuk dipakai kembali.

   Riwayat penyakit terdahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas. Perawat harus memperhatikan dan mencatat baik-baik.

   Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkiolitis di dapatkan klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam merupakan stressor penting yang membuat klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis penyakit dari klien.
Kaji keluhan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping, dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non farmakologi (nonmedicinal interventions) seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan allergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), system pendukung (support system), kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.

   Pemeriksaan fisik
   Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkiolitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh >40oC, frekuensi nfas meningkat dari frekuensi nafas normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.


B1 (Breathing)
   Inspeksi.
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan , biasanya menggunakan otot bantu pernafasan
   Palpasi
   Taktil prenitus biasanya normal .
   Perkusi
Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh lapang paru.
   Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik di tambah dengan adanay konsulidasi di sekitar abses , maka akan terdengar suara nafas bronchial dan ronkhi basah.
   B2(Blood)
Sering di dapatkan kelemahan secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak di dapatkan berarti tidak mengalami pergeseran.
   B3 (brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmetis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius.
   B4 (bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan erat dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
   B5 (bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
   B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari hari.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema bronkiolus dan peningkatan produksi mucus.
2.      Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui ekshalasi dan penurunan asupan cairan.
3.      Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi.
4.      Keletihan yang berhubungan dengan kesukaran pernafasan.
5.      Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.
6.      Ansietas ( anak dan orang tua) yang berhubungan dengan kurangnya tentang pengetahuan tentang kondisi anak.
7.      Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah.

3.            INTERVENSI
Dx 1                       : Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema bronkiolus dan peningkatn produksi mucus.
Tujuan                  : Gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil        : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam anak akan meningkatkan pertukaran gas yang ditandai dengan mampu bernafas mudah, dan warna kulit merah muda.

Intervensi
Rasional
1.      Beri lingkungan berkelembapan tinggi dengan meletakkan  anak dalam mist temt( tenda lembab ) atau alat umudifikasi yang dingin.
1.      Kelembapan dingin dari tenda lembab atau croupette membantu mengencerkan lendir, dan mengurangi edema bronkhiolus
2.      Beri oksigen melalui sungkup muka, kanula hidung, atau tenda oksigan, sesuai petunjuk.
2.      Oksigen membantu mengurangi kegelisahan karena kesukaran pernafasan dan hipoksia
3.      Posisiskan anak dengan kepala dan dada lebih tinggi, leher agak ektensi.
3.      Posisi ini mempertahankan terbukanya jalan nafas dan memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma.
4.      Lakukan fisoterapi dada setiap 4 jam atau sesuai petunjuk.
4.      Fisiotherapi dada membantu menghilangjkan dan mengeluarkan mucus yang dapat menghambat jalan nafas kecil.

5.      Beri bronkodilator sesuai petunjuk.

5.      Walaupun umumnya digunakan untuk menanggulangi spasme otot, bronkodilator efektif mengobati edema bronkiolus.

6.      Lakukan pengisapan lendir sesuai kebutuhan, yang bertujuan mengeluarkan secret.
6.      Mengeluarkan lendir akan membantu membersihkan bronkiolus sehingga meningkatkan pertukaran gas
7.      Beri obat antivirus sesuai petunjuk.

7.      Obat anti-virus, seperti respiratory syncytial virus immune globulin (respigam) digunakan untuk mengobati RSV, ribavirin ( virazole), juga digunakan walaupun kemanjurannya diragukan.
8.      Beri istirahat yang adekuat dengan cara mengurangi kegaduhan dan pencahayaan, serta beri kehangatan dan kenyamanan.
8.      Memfasilitasi istirahat yang cukup akan mengurangi kesukaran pernafasan yang disebabkan oleh bronkiolitis.
9.      Kaji frekuensi pernafasan anak dan iramanya setiap jam. Jika anak mengalami gangguan pernafasan, auskultasi bunyi nafas, lakukan fisiotherapi dada, serta informasikan kepada ahli terapi pernafasan.
9.      Pengkajian yang sering menjamin fungsi pernafasan yang adekuat.

10.  Pantau denyut apical anak ; jika anda mendeteksi adanya takikardia (berdasarkan pada usia anak ), segera beri tahu dokter.
10.  Takikardia dapat disebabkan oleh hipoksia atau efek penggunaan bronkodilator.

Dx 2                       : Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui ekshalasi dan penurunan asupan cairan.
Tujuan                  : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria hasil        : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam anak akan mempertahankan keseimbangan cairan yang di tandai dengan haluaran urin 1-2 mL/kg/jam serta turgor kulit baik.

Intervensi
Rasional
1.      Beri cairan I.V, sesuai petunjuk.
1.      Cairan via I.V. digunakan untuk tujuan hidrasi sampai krisis teratasi.
2.      Yakinkan bahwa anak dapat beristirahat cukup.

2.      Istirahat memungkinkan frekuensi pernafasan anak kembali ke batas normal, dengan cara mengurangi jumlah kehilangan cairan melalui ekshalasi.
3.      Pantau asupan dan haluaran cairan pada anak dengan cermat.
3.      Melakukan pemantauan yang teliti menjamin hidrasi adekuat. Jika haluaran urine berkurang anak memerlukan penambahan caiaran.
4.      Kaji tanda – tanda dehidrasi, termasuk penurunan berat badan, pucat, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, oliguria, dan peningkatan frekuensi nadi.
4.      Tanda – tanda ini menunjukkan bahwa anak tidak menerima cairan yang cukup.


5.      Tingkatkan asupan cairan melalui mulut, bila serangan akut telah reda.
5.      Cairan membantu mengencerkan lendir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar